RESENSI NOVEL
DI BAWAH LINDUNGAN KA’BAH
oleh: Asri Dyarti
1. Identitas Buku
- Pengarang : Hamka
- Judul : Di Bawah Lindungan Ka’bah
- Tahun Terbit : 2002
- Cetakan : 28
- Tempat Terbit : Jakarta
- Penerbit : PT. Bulan Bintang
- E-mail : bulanbintang@muslimonline.com
- Website : http:www.bukubulanbintang.com
2. Kepengarangan
Haji Abdul Malik Karim Amrullah
atau lebih dikenal dengan julukan HAMKA adalah seorang ulama,
sastrawan, sejarawan, dan juga politikus yang sangat terkenal di Indonesia.
Buya HAMKA juga seorang pembelajar yang otodidak dalam bidang ilmu pengetahuan
seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun
Barat. Hamka pernah ditunjuk sebagai menteri agama dan juga aktif dalam
perpolitikan Indonesia. Hamka lahir di desa kampung Molek, Maninjau, Sumatera
Barat, 17 Februari 1908 dan meninggal di Jakarta, 24 Juli 1981 pada umur 73
tahun. (Sumber: http://bio.or.id/biografi-buya-hamka/)
3. Gambaran Umum Isi Novel
Novel
ini dibintangi oleh beberapa tokoh, yaitu Hamid, Shaleh, Pak Paiman, Mak Asiah,
Haji Ja’far, Zainab, Ibu, Rosna, dan Saya. Tokoh sentral dari novel ini adalah
Hamid dan Zainab, sementara tokoh Saya di sana, hanya sebagai si pencerita
saja.
Ini
adalah pengalaman tokoh Saya pada saat menunaikan ibadah haji di tanah suci
Mekah. Cerita ini bermula dari kedatangannya ke tanah suci, yang kebetulan
menumpang di rumah salah satu penduduk di sana yang biasa disebut dengan
sebutan syekh. Di sana, tokoh Saya mendapatkan teman baru, yang kebetulan
sesama bangsa Indonesia. Teman baru itu ialah Hamid, ia adalah orang Indonesia
yang telah lama menetap di Mekah karena ingin melarikan diri dari orang-orang
terkdekatnya.
Kebersamaan mereka di sana, telah
menimbulkan keakraban diantara keduanya. Sampai pada akhirnya, Hamid bercerita tentang asal-usul hidupnya dan alasan
mengapa ia sampai pindah ke Mekah. Hamid adalah anak yatim yang sejak kecil
telah disekolahkan oleh keluarga Haji Ja’far. Sejak kecil ia memantu Ibunya
berjualan kue sambil bersekolah. Ia satu sekolah dengan anak tunggal Haji
Ja’far yang bernama Zainab.
Mereka berteman akrab dan selalu sekolah
bersama-sama hingga SMA. Setelah lulus SMA, Zainab telah masuk dalam masa-masa
pingitan, sedangkan Hamid tetap disekolahkan ke perguruan tinggi oleh Haji
Ja’far. Setelah keduanya dewasa, mereka saling jatuh cinta. Setelah itu nasib
buruk menimpa Hamid bertubi-tubi, yang pertama adalah meninggalnya Haji Ja’far,
kemudian disusul dengan kematian Ibunya sendiri. Saat itu ia telah merasa hidup
sebatang kara, sebab ia telah menjadi yatim piatu. Selain itu, sebelum
meninggal, Ibu Hamid yang mengetahui tetang perasaan si anak terhadap Zainab,
melarangnya untuk meneruskan maksud hati tersebut. Untuk itu Hamid mencoba
untuk bersabar.
Belum
lagi tenang perasaan Hamid, ia mendapat undangan dari Mak Asiah untuk datang ke
rumahnya. Hamid pun memenuhi undangan itu. Ketika itu, Zainab yang membukakan
pintu seperti memberi sinyal-sinyal harapan bagi Hamid, akan tetapi cepat-cepat
ditepisnya, sebab ia teringat akan pesan Ibunya. Tenyata, makdud dari undangan Mak
Asiah tersebut adalah meminta bantuan Hamid untuk membujuk Zainab agar mau
menikah dengan saudara sepupunya. Saat itu Hamid benar-benar merasa terpukul,
tetapi tetap juga dilakukannya permintaan dari Mak Asiah tersebut. Mendengar
hal itu pun Zainab sangat terkejut dan menangis tersedu-sedu.
Setelah
kejadian itu, Hamid pergi merantau ketempat yang jauh, yakni ke Mekah. Ia hidup
menyendiri dan lebih menekuni bidang ilmu keagamaan. Sampai akhirnya ia bertemu
dengan tokoh Saya. Setelah itu datang lagi saudara mereka dari Indonesia yang
menumpang pula di rumah syekh tersebut dengan tujuan yang sama, yaitu ingin
mleksanakan ibadah haji.
Teman
yang baru datang itu merupakan teman Hamid sewaktu di desa, namanya Saleh.
Kebetulan ia telah menikah denan Rosna, teman karib Zainab. Dari teman baru
itulah Hamid banyak mendengar kabar tentang Zainab. Sekarang ia baru mengetahui
bahwa sebenarnya Zainab sangat mencintai Hamid. Ia tidak jadi menikah dengan
saudara sepupunya itu. Zainab terus menerus sakit-sakitan dan sering merenung
sejak ditinggalkan Hamid pergi.
Mendengar
hal itu Hamid mengalami perasan yang berupa-rupa dan timbul keinginannya untuk
pulang ke tanah air untuk menjenguk Zainab. Akan tetapi Hamid pun jatuh sakit.
Lalu datanglah surat kawat dari Rosna yang mengabarkan bahwa Zainab telah
meninggal. Saleh dan tokoh Saya sengaja tidak memberitahukannya kepada Hamid
karena takut memperburuk keadaannya. Tapi akhirnya Hamid tahu juga kan hal itu.
Kondisi Hamid semakin buruk
dan ia melaksanakan Haji dibantu dengan orang orang, sebab ia telah tak mampu
lagi berjalan, ia ditandu. Pada saat Hamid menyentuh kiswah ia berdoa agar bisa
menyusul orang-orang yang disayanginya. Setelah mengucapkan doa pun melayanglah
nyawanya. Lalu Hamid dimakamkan di Mekah. Setelah itu Saleh dan tokoh Saya
pulang ke tanah air. Begitulah gambaran umum novel ini.
4. Keunggulan dan Kelemahan Novel
Seperti
novel-novel lainnya, novel ini pun memiliki kelebihan dan kelemahan. Novel ini
bukan hanya berceita tentang kisah dari Hamid dan Zainab saja, tetapi juga
diperkaya dengan peribahasa, surat-surat, telegram, dan pesan-pesan moral yang
sangat berharga. Akan tetapi bahasa yang digunakan masih menggunakan bahasa
melayu lama. Mungkin agak sulit dimengerti bagi generasi sekarang, untuk
membaca novel ini memang membutuhkan konsentrasi agar benar-benar dapat
memahami isi ceritanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar