Rabu, 21 September 2016

Essai tentang Kebahasaan dan kesastraan, "Seni Bertutur" oleh Asri Dyarti, S.Pd.



SENI BERTUTUR
Oleh: Asri Dyarti, S.Pd.

Seni bertutur adalah seni dalam berbicara. Ketika manusia berbicara berarti ada pesan yang ingin disampakannya lewat tuturan tersebut. Pesan yang ingin disampaikan bisa berupa nasehat, berita, bujukan, rayuan, ajakan, cerita lucu, curhat, kemarahan, permintaan, atau pengungkapan sesuatu. Ketika seseorang bertutur dengan mitra tuturnya, maka orang itu telah melakukan dialog. Namun, apapila hanya bertutur dengan dirinya sendiri disebut dengan komunikasi internal. Biasanya manusia melakukakn tuturan dengan dirinya sendiri ketika sedang sendirian. Hal itu biasanya hanyalah pemikiran dalam hatinya atau bentuk-bentuk fikiran yang terlintas yang sedang dipilih-pilih mana yang pantas dilafadzkan dan mana yang tidak pantas dilafadzkan. Sesuatu yang berada dalam fikiran manusia lalu dilafadzkan disebut dengan tuturan, namun jika sesuatu itu tidak pantas dilafadzkan, biasanya hanya disimpan dalam hati saja. Hal itu biasanya dilakukan untuk menjaga perasaan orang lain dan citra diri sendiri, sebab manusia dibesarkan dalam pola asuh sopan dan santun. Sopan dalam tindakan dan santun dalam berbicara. Seni bertutur ini sangat erat kaitannya dengan kesantunan berbahasa.
Pada saat manusia berbicara, mereka menggunakan diksi atau pilihan kata yang sesuai dengan konteks pembicaraan mereka. Diksi ini atau pilihan kata ini sangat penting, karena ada beberapa diksi yang memiliki makna ambigu yang dapat memicu perselisihan apabila dituturkan pada konteks yang tidak tepat. Selain diksi, manusia juga terkadang menggunakan analogi untuk menyampaikan maksud dari pesan yang ingin dikomunikasikanya kepada mitra tuturnya. Kemudian, manusia Indonesia terkadang menggunakan peribahasa dalam bertutur. Peribahasa ini memiliki makna konotasi yang harus diterjemahkan dalam makna denotasi atau makna sebenarnya. Peribahasa ini adalah bagian dari seni bertutur yang telah membudaya sejak zaman nenek moyang yang kelestarianya tetap terjaga hingga saat ini. Salah satu dari contoh peribahasa yang sering kali digunakan sebagai prinsip hidup adalah “Dimana Bumi dipijak, Disitu langit dijunjung” dan “Lain padang lain belalang, lain lubuk lain ikannya”.
Dua peribahasa tersebut mengajarkan kita untuk mampu menyesuaikan diri dengan adat dan kebudayaan tempat kita tinggal. Seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki berbagai macam adat istiadat dan kebudayaan. Bahasa yang digunakan pun sangat beragam, bahkan dalam satu provinsi pun terdapat lebih dari satu bahasa daerah, namun semua masyarakat Indonesia memiliki bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia. Selain itu, dua peribahasa tersebut juga mengajarkan kita untuk membedakan cara bertutur kita ketika dengan anak-anak, orang tua, rekan kerja, teman sejawat, tetangga, dan guru atau dosen kita, dengan tamu, tuan rumah, dan lain sebagainya. Contohnya, kita tidak mungkin menggunakan sapaan ‘Anda’ ketika kita berbicara dengan orang tua kita atau sedang bercanda dengan balita. Kita juga tidak mungkin menggunakan kata ‘Mamam dan bobok’ pada saat berbicara dengan rekan kerja dalam ruang rapat atau situasi formal lainnya.
Selain dari itu, dalam seni bertutur, kita juga harus  menggunakan intonasi bicara yang sesuai. Ekspresi wajah saat berbicara pun sangat berperan dalam seni berbicara. Jika kesemuanya dapat diterapkan dengan baik dalam kehidupan kita sehari-hari, maka pesan yang ingin disampaikan dari penutur kepada mitra tutur akan dapat diterima dengan baik maknanya. Jadi seni berbicara itu berhubungan erat dengan diksi, analogi, peribahasa, kesantunan berbahasa, intonasi bicara, dan ekpresi wajah saat bicara.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar