Rabu, 16 September 2015

Cerpen Belum Disave



BELUM DI SAVE
Takdir, ketetapan Tuhan atas apa yang terjadi pada manusia-Nya tidak ada yang tahu kecuali Dia. Seperti pertemuan kita dan silaturahmi yang terjalin saat ini. Kamu, kekasih sahabatku. Sahabat yang aku kenal dari organisasi yang aku tekuni selama dua tahun. Sahabat yang sebelumnya sudah sering aku dengar namanya dari sahabatku. Lalu mengenalnya beberapa bulan kemudian. Seperti itu juga kita, aku sudah sering mendengar namamu sebelum aku benar-benar mengenalmu.
Awalnya, aku mendengar namamu di semester 4 saat aku sedang berada pada garis edar mahasiswa keguruan. Tepatnya di fotokopian dekanat. Berusaha fokus dengan apa yang sedang aku kerjakan, namun aku tak bisa menutup telinga dari hingar bingar suara para pencari ilmu meski ia terselubung aman di dalam jilbabku. Kamu tahu? Saat itu ada mahasiswa yang berteriak-teriak memanggil namamu. Merasa terganggu, aku menoleh ke arahnya, kepalanya mendongak ke atas dengan mata yang fokus lalu seolah paham dengan bahasa isyarat yang tak terbahasakan itu. Lalu ia berbisik dengan tetap mendongak, tapi aku hanya fokus padanya tanpa mengejar matanya yang sedang bertaut padamu. Padahal begitu banyak suara di sana, tapi yang tertangkap adalah namamu.
***
            Suatu hari, ada program kerja yang harus aku selesaikan bersama kekasihmu dan sahabat-sahabat kita. Di lapangan basket. Aku duduk diantara orang yang sedang menyebut-nyebut namamu. Skemataku berputar ke masa lalu ketika di fotokopian.
            “Tuhan, aku mendengar nama itu lagi. Siapa dia?” gumamku dalam hati. Aku ingin tahu, tapi tak bisa bertanya, aku bahkan tidak mengenal para hawa yang menyebut-nyebut namamu. Otakku dengan cepat memprogram gerak agar berpindah ke tempat lain. Aku duduk di bawah pohon sering ku sebut sebagai pohon lukisan. Daunnya seperti jarum, satu-satu, namun terlihat lembut bagai lukisan ketika ia ramai bersama helai-helai lain di hadapan awan yang biru muda. Rona putih yang melekat itu, bagai kapas yang menyempurna keindahan kiri kanan jalan yang dekat dengan gerbang. Saat angin bertiup mereka seperti melambaikan tangan dan tersenyum ramah, seraya mengucapkan selamat datang.
            Kekasihmu hadir dengan sebuah kamera ditangannya. Duduk dan minum segelas air mineral lalu menyeka keringat di dekat kaca matanya.
            “Aku lelah sekali…” ia bersuara tanpa menatap siapapun. Tak sengaja mendengar, aku anggap saja ia bicara padaku,
“Ada yang bisa aku bantu?” tanggapku. Dengan mengambil segelas air mineral, ia minum lagi,
“Tolong dokumentasikan mereka” lanjutnya. Aku paham, ia lelah, haus, dan kepanasan. Sejak tadi aku menganggur, tak paham olahraga jenis ini.
 “Kamu meminta tolong pada orang yang tepat. Aku suka fotografi, lagi pula dari tadi aku hanya duduk menonton tak mengerti, hahaha” hanya berusaha mencairkan suasana. Berharap agar ia tidak terlalu fokus pada lelahnya. Aku mulai menghidupkan kamera dan bertanya bagaiman cara menggunakan kamera jenis itu. Iseng, ku buka album di memory card-nya. Aku melihat fotonya bersama seorang gadis dengan jilbab kuning.
“Cie…ini siapa hayo..?” wajah kekaksihmu seketika merah padam. Keringat menetes dari ujung rambutnya.
“Dia kekasihku…” dia menjawab dengan rona bahagia yang berusaha dikendalikannya agar tak meluap-luap. Dari situ aku tahu, dia sayang kamu banget. “Sudah sana ambil foto pertandingan! Hus..hus..!” lanjutnya dengan gaya sok-sok ngusir.
“Hmmm,,, muka kamu merah..hahahaha” aku meledeknya lalu berlari-lari kecil menuju lapangan basket.
***
            Hari berikutnya, masih di lapangan basket. Seseorang yang baru saja aku kenal kemarin tiba-tiba hadir di sebelahku, “Kenalkan, ini adikku”, dia memperkenalkan seorang gadis manis padaku, rambutnya disanggul, ia anggun. Aku mengulurkan tangan padanya lalu kami bertukar nama.
            “Permisi, aku harus ke sana, hari ini aku bertugas sebagai pencatat skor…” aku berlalu menuju tepi lapangan dan menggantikan petugas pencatat skor sebelumnya.
            Sebelum tidur, aku berusaha mengingat-ngingat kejadian hari itu, tapi sayang sekali, fikiranku terlalu fokus pada pertandingan, aku lupa wajah adiknya, namanya, dan aku lupa bertanya pada sahabatku, siapa nama kekasihnya yang cantik itu. Terlalu fokus terkadang merugikan. Hhhh…aku mengakhiri hari itu dengan lafadz doa tidur. Lalu terpejam, lama.
***
Aku bangun, dan tulisan di papan tulis kecil di kamarku langsung menyedot bola mataku “CARI BERITA, BUAT BERITA, BACA BERITA”. News anchor, pekerjaan ini sulit bagiku, tapi hari ini aku harus dapatkan beritanya. Bergegas bangun dan mengerjakan semuanya dengan teliti.
BRAKKKKK.......
Tumpukan buku di tangan gadis itu jatuh berserakan di lantai kampus.
“Maaf, aku buru-buru...”, katanya sambil menyunggingkan senyum.
“Oke, aku juga yang salah, jalan sambil baca SMS...hehehe” kata wanita itu.
“Eh, kamu kan? Kamu pacarnya Arya, kan...?”
“Iya, kok kamu kenal aku?”
“Aku sering lihat foto kamu di kamrenanya Arya...ohya, kenalin aku Intan..”
“Aku Vani..” mereka berjabat tangan.
***
Telah ku temukan
Yang aku impikan
Kamu yang sempurna.....
Lagu Afgan dan Rossa mengalun merdu di ponsel Intan, “Halo assalamualaikum?”
“Waalaikumsalam..Intan, sore ini ada kegiataan? Kita nonton yuk...”
“Maaf, ini siapa ya?”
“Ini Vani..pacarnya Arya..”
“Oh, kamu...maaf belum di save..hehe..kebetulan banget lagi nggak ada kegiatan nih..okey, ketemu di 21 ya...”
“Okey,, da....”
***
Intan, bergegas berangkat. Ia tidak menyangka akan menjadi sahabat Vani, seseorang yang selama ini sering ia dengar namanya. Seperti kata orang, kita akan mengalami sebagian yang kita dengar dan yang kita lihat. Juga akan mengenal beberapa orang yang kita dengan namanya.
***



Tidak ada komentar:

Posting Komentar