BELUM DI SAVE
Takdir,
ketetapan Tuhan atas apa yang terjadi pada manusia-Nya tidak ada yang tahu
kecuali Dia. Seperti pertemuan kita dan silaturahmi yang terjalin saat ini.
Kamu, kekasih sahabatku. Sahabat yang aku kenal dari organisasi yang aku tekuni
selama dua tahun. Sahabat yang sebelumnya sudah sering aku dengar namanya dari
sahabatku. Lalu mengenalnya beberapa bulan kemudian. Seperti itu juga kita, aku
sudah sering mendengar namamu sebelum aku benar-benar mengenalmu.
Awalnya,
aku mendengar namamu di semester 4 saat aku sedang berada pada garis edar
mahasiswa keguruan. Tepatnya di fotokopian dekanat. Berusaha fokus dengan apa
yang sedang aku kerjakan, namun aku tak bisa menutup telinga dari hingar bingar
suara para pencari ilmu meski ia terselubung aman di dalam jilbabku. Kamu tahu?
Saat itu ada mahasiswa yang berteriak-teriak memanggil namamu. Merasa
terganggu, aku menoleh ke arahnya, kepalanya mendongak ke atas dengan mata yang
fokus lalu seolah paham dengan bahasa isyarat yang tak terbahasakan itu. Lalu
ia berbisik dengan tetap mendongak, tapi aku hanya fokus padanya tanpa mengejar
matanya yang sedang bertaut padamu. Padahal begitu banyak suara di sana, tapi
yang tertangkap adalah namamu.
***
Suatu hari, ada program kerja yang
harus aku selesaikan bersama kekasihmu dan sahabat-sahabat kita. Di lapangan
basket. Aku duduk diantara orang yang sedang menyebut-nyebut namamu. Skemataku berputar
ke masa lalu ketika di fotokopian.
“Tuhan, aku mendengar nama itu lagi.
Siapa dia?” gumamku dalam hati. Aku ingin tahu, tapi tak bisa bertanya, aku
bahkan tidak mengenal para hawa yang menyebut-nyebut namamu. Otakku dengan
cepat memprogram gerak agar berpindah ke tempat lain. Aku duduk di bawah pohon
sering ku sebut sebagai pohon lukisan. Daunnya seperti jarum, satu-satu, namun
terlihat lembut bagai lukisan ketika ia ramai bersama helai-helai lain di
hadapan awan yang biru muda. Rona putih yang melekat itu, bagai kapas yang
menyempurna keindahan kiri kanan jalan yang dekat dengan gerbang. Saat angin
bertiup mereka seperti melambaikan tangan dan tersenyum ramah, seraya
mengucapkan selamat datang.
Kekasihmu hadir dengan sebuah kamera
ditangannya. Duduk dan minum segelas air mineral lalu menyeka keringat di dekat
kaca matanya.
“Aku lelah sekali…” ia bersuara
tanpa menatap siapapun. Tak sengaja mendengar, aku anggap saja ia bicara
padaku,
“Ada
yang bisa aku bantu?” tanggapku. Dengan mengambil segelas air mineral, ia minum
lagi,
“Tolong
dokumentasikan mereka” lanjutnya. Aku paham, ia lelah, haus, dan kepanasan.
Sejak tadi aku menganggur, tak paham olahraga jenis ini.
“Kamu meminta tolong pada orang yang tepat.
Aku suka fotografi, lagi pula dari tadi aku hanya duduk menonton tak mengerti,
hahaha” hanya berusaha mencairkan suasana. Berharap agar ia tidak terlalu fokus
pada lelahnya. Aku mulai menghidupkan kamera dan bertanya bagaiman cara
menggunakan kamera jenis itu. Iseng, ku buka album di memory card-nya. Aku melihat fotonya bersama seorang gadis dengan
jilbab kuning.
“Cie…ini
siapa hayo..?” wajah kekaksihmu seketika merah padam. Keringat menetes dari
ujung rambutnya.
“Dia
kekasihku…” dia menjawab dengan rona bahagia yang berusaha dikendalikannya agar
tak meluap-luap. Dari situ aku tahu, dia sayang kamu banget. “Sudah sana ambil
foto pertandingan! Hus..hus..!” lanjutnya dengan gaya sok-sok ngusir.
“Hmmm,,,
muka kamu merah..hahahaha” aku meledeknya lalu berlari-lari kecil menuju
lapangan basket.
***
Hari berikutnya, masih di lapangan
basket. Seseorang yang baru saja aku kenal kemarin tiba-tiba hadir di
sebelahku, “Kenalkan, ini adikku”, dia memperkenalkan seorang gadis manis
padaku, rambutnya disanggul, ia anggun. Aku mengulurkan tangan padanya lalu
kami bertukar nama.
“Permisi, aku harus ke sana, hari
ini aku bertugas sebagai pencatat skor…” aku berlalu menuju tepi lapangan dan
menggantikan petugas pencatat skor sebelumnya.
Sebelum tidur, aku berusaha
mengingat-ngingat kejadian hari itu, tapi sayang sekali, fikiranku terlalu
fokus pada pertandingan, aku lupa wajah adiknya, namanya, dan aku lupa bertanya
pada sahabatku, siapa nama kekasihnya yang cantik itu. Terlalu fokus terkadang
merugikan. Hhhh…aku mengakhiri hari itu dengan lafadz doa tidur. Lalu terpejam,
lama.
***
Aku
bangun, dan tulisan di papan tulis kecil di kamarku langsung menyedot bola
mataku “CARI BERITA, BUAT BERITA, BACA BERITA”. News anchor, pekerjaan ini sulit bagiku, tapi hari ini aku harus dapatkan
beritanya. Bergegas bangun dan
mengerjakan semuanya dengan teliti.
BRAKKKKK.......
Tumpukan buku di tangan gadis itu jatuh berserakan di
lantai kampus.
“Maaf, aku buru-buru...”, katanya sambil menyunggingkan
senyum.
“Oke, aku juga yang salah, jalan sambil baca SMS...hehehe”
kata wanita itu.
“Eh, kamu kan? Kamu pacarnya Arya, kan...?”
“Iya, kok kamu kenal aku?”
“Aku sering lihat foto kamu di kamrenanya Arya...ohya,
kenalin aku Intan..”
“Aku Vani..” mereka berjabat tangan.
***
Telah ku temukan
Yang aku impikan
Kamu yang sempurna.....
Lagu Afgan dan Rossa mengalun merdu di ponsel Intan, “Halo
assalamualaikum?”
“Waalaikumsalam..Intan, sore ini ada kegiataan? Kita
nonton yuk...”
“Maaf, ini siapa ya?”
“Ini Vani..pacarnya Arya..”
“Oh, kamu...maaf belum di save..hehe..kebetulan banget lagi nggak ada kegiatan nih..okey,
ketemu di 21 ya...”
“Okey,, da....”
***
Intan, bergegas berangkat. Ia tidak menyangka akan
menjadi sahabat Vani, seseorang yang selama ini sering ia dengar namanya. Seperti
kata orang, kita akan mengalami sebagian yang kita dengar dan yang kita lihat. Juga
akan mengenal beberapa orang yang kita dengan namanya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar