Kamis, 17 September 2015

Cerpen Diketuk Matahari



DIKETUK MATAHARI
Gadis itu sedang beraktifitas di dapur. Tiba-tiba ada bunyi pintu yang di ketuk. Dia tidak perduli terus saja melanjutkan aktifitasnya. Lagi pula memangnya siapa yang mau datang malam-malam begini. Dia juga sendirian di rumah. Dia takut hantu. Dia mengabaikan bunyi ketukan itu tapi, bunyi itu hadir lagi. Geram, jangan-jangan ada yang mengerjai. Tapi , siapa?
Lagi-lagi dia mengabaikan bunyi ketukan pintu itu. Lalu pintu itu berbunyi lagi, diketuk lagi. Akhirnya dia bergegas ke kamar, memasang jilbab dan menurunkan lengan baju yang ia singsingkan karena bekerja, berlari-lari kecil menuju pintu, mungkin memang ada yang datang. Ia membuka pintu perlahan-lahan dan alangkah terkejutnya dia  saat melihat sesuatu di depan pintu. Ada tiga matahari di sana.
Matahari pertama sangat besar, lebih besar dari tubuhnya. Lebih lebar dari pintu rumah. Warnanya merah tapi tak bersinar. Dibelakangnya langit malam polos tanpa bintang. Gadis itu tidak tahu, harus diapakan matahari ini? Dia mematung lama, lalu matahari itu bergeser. Di belakanganya ternyata ada matahari ke dua. Ukurannya hampir sama besar, tapi sedikit lebih kecil dari matahari sebelumnya. Warnanya sama. Merah seperti kelopak Raflesia, tapi tak bersinar. Di belakangnya juga langit malam polos tanpa bintang. Lagi-lagi gadis itu terpaku, harus diapakan matahari ini? Lagi pula kenapa ada matahari malam hari? Ini aneh sekali. Gadis itu mematung terlalu lama. Matahari ke dua bergeser. Matahari pertama dan ke dua bergeser ke sebelah kiri. Lalu langit berubah menjadi cerah. Ada matahari kecil yang datang dari kejauhan. Ia mendekati gadis itu. semakin dekat, semakin besar. Matahari ke tiga cahayanya terang berkilauan. Ia berada di hapadapan gadis itu. Gadis itu tetap terpaku. Tidak tahu, kenapa tiba-tiba siang, langit biru berawan putih. Berarak cantik bersama hadirnya matahari ke tiga. Matahari kecil itu mengiringinya kemanapun ia pergi.
Tapi, ada seorang gadis hitam merengek-rengek meminta matahari terakhir pada gadis itu. ia meminta gadis itu untuk memotret dirinya bersama matahari terakhir. Sebenarnya gadis itu tidak mau kehilangan matahari ke tiga. Dia merasa matahari itu miliknya. Tapi gadis hitam itu menangis merengek-rengek, mengancam sadis dan berlaku seolah makhluk yang dizalimi oleh gadis itu. Akhirnya gadis itu mengalah karena kasihan, dia mengambil kamera gadis hitam itu dan memotretnya dengan kamera ditangannya, tapi dalam hati ia berkata, “Wahai matahari yang berkilauan, kalau engkau memang milikku berdirilah di belakangnya dan pergilah segera sebelum aku memencet tombol kamera ini. Tapi jika engkau hanya hadir untuk sesaat, maka berdirilah di belakang gadis hitam itu selamanya.”
“Mbak, ayo cepat!!!”
Gadis hitam itu, tidak hanya merengek, memelas, tapi juga memaksa. Akhirnya tangan gadis yang membuka pintu memencet tombol kamera itu. Lalu gadis hitam itu kegirangan dan melihat hasil di kameranya. Ia hanya mendapati fotonya seorang diri. Matahari itu pergi menjauh dari gadis hitam itu. ia berputar mengitari rumah dan berada di sisi kanan gadis yang membuka pintu. Matahari itu berada di sisinya. Di samping bahu kanannya, tapi terkadang, ia berputar mengelilingi gadis itu. lalu pindah ke sisi kirinya, lalu pindah lagi ke sisi kanannya. Matahri kecil yang lucu. Matahari terakhir yang berkilauan.
Tiba-tiba pintu di ketuk lagi..
“Bangun…bangun…sahur…ayo sahur dulu..bangun..”
Gadis itu terbangun, ternyata itu mimpi. Tapi itu mimpi yang aneh. Ia bangun dan masih terduduk di tempat tidurnya, “Alhamdulillahilladzii ahyaanaa ba’damaa amaatanaa wa ilaihin nusyuur (Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami sesudah mati (membangunkan kami dari tidur) dan hanya kepada-Nya kami dikembalikan).”
***

Rabu, 16 September 2015

Cerpen Belum Disave



BELUM DI SAVE
Takdir, ketetapan Tuhan atas apa yang terjadi pada manusia-Nya tidak ada yang tahu kecuali Dia. Seperti pertemuan kita dan silaturahmi yang terjalin saat ini. Kamu, kekasih sahabatku. Sahabat yang aku kenal dari organisasi yang aku tekuni selama dua tahun. Sahabat yang sebelumnya sudah sering aku dengar namanya dari sahabatku. Lalu mengenalnya beberapa bulan kemudian. Seperti itu juga kita, aku sudah sering mendengar namamu sebelum aku benar-benar mengenalmu.
Awalnya, aku mendengar namamu di semester 4 saat aku sedang berada pada garis edar mahasiswa keguruan. Tepatnya di fotokopian dekanat. Berusaha fokus dengan apa yang sedang aku kerjakan, namun aku tak bisa menutup telinga dari hingar bingar suara para pencari ilmu meski ia terselubung aman di dalam jilbabku. Kamu tahu? Saat itu ada mahasiswa yang berteriak-teriak memanggil namamu. Merasa terganggu, aku menoleh ke arahnya, kepalanya mendongak ke atas dengan mata yang fokus lalu seolah paham dengan bahasa isyarat yang tak terbahasakan itu. Lalu ia berbisik dengan tetap mendongak, tapi aku hanya fokus padanya tanpa mengejar matanya yang sedang bertaut padamu. Padahal begitu banyak suara di sana, tapi yang tertangkap adalah namamu.
***
            Suatu hari, ada program kerja yang harus aku selesaikan bersama kekasihmu dan sahabat-sahabat kita. Di lapangan basket. Aku duduk diantara orang yang sedang menyebut-nyebut namamu. Skemataku berputar ke masa lalu ketika di fotokopian.
            “Tuhan, aku mendengar nama itu lagi. Siapa dia?” gumamku dalam hati. Aku ingin tahu, tapi tak bisa bertanya, aku bahkan tidak mengenal para hawa yang menyebut-nyebut namamu. Otakku dengan cepat memprogram gerak agar berpindah ke tempat lain. Aku duduk di bawah pohon sering ku sebut sebagai pohon lukisan. Daunnya seperti jarum, satu-satu, namun terlihat lembut bagai lukisan ketika ia ramai bersama helai-helai lain di hadapan awan yang biru muda. Rona putih yang melekat itu, bagai kapas yang menyempurna keindahan kiri kanan jalan yang dekat dengan gerbang. Saat angin bertiup mereka seperti melambaikan tangan dan tersenyum ramah, seraya mengucapkan selamat datang.
            Kekasihmu hadir dengan sebuah kamera ditangannya. Duduk dan minum segelas air mineral lalu menyeka keringat di dekat kaca matanya.
            “Aku lelah sekali…” ia bersuara tanpa menatap siapapun. Tak sengaja mendengar, aku anggap saja ia bicara padaku,
“Ada yang bisa aku bantu?” tanggapku. Dengan mengambil segelas air mineral, ia minum lagi,
“Tolong dokumentasikan mereka” lanjutnya. Aku paham, ia lelah, haus, dan kepanasan. Sejak tadi aku menganggur, tak paham olahraga jenis ini.
 “Kamu meminta tolong pada orang yang tepat. Aku suka fotografi, lagi pula dari tadi aku hanya duduk menonton tak mengerti, hahaha” hanya berusaha mencairkan suasana. Berharap agar ia tidak terlalu fokus pada lelahnya. Aku mulai menghidupkan kamera dan bertanya bagaiman cara menggunakan kamera jenis itu. Iseng, ku buka album di memory card-nya. Aku melihat fotonya bersama seorang gadis dengan jilbab kuning.
“Cie…ini siapa hayo..?” wajah kekaksihmu seketika merah padam. Keringat menetes dari ujung rambutnya.
“Dia kekasihku…” dia menjawab dengan rona bahagia yang berusaha dikendalikannya agar tak meluap-luap. Dari situ aku tahu, dia sayang kamu banget. “Sudah sana ambil foto pertandingan! Hus..hus..!” lanjutnya dengan gaya sok-sok ngusir.
“Hmmm,,, muka kamu merah..hahahaha” aku meledeknya lalu berlari-lari kecil menuju lapangan basket.
***
            Hari berikutnya, masih di lapangan basket. Seseorang yang baru saja aku kenal kemarin tiba-tiba hadir di sebelahku, “Kenalkan, ini adikku”, dia memperkenalkan seorang gadis manis padaku, rambutnya disanggul, ia anggun. Aku mengulurkan tangan padanya lalu kami bertukar nama.
            “Permisi, aku harus ke sana, hari ini aku bertugas sebagai pencatat skor…” aku berlalu menuju tepi lapangan dan menggantikan petugas pencatat skor sebelumnya.
            Sebelum tidur, aku berusaha mengingat-ngingat kejadian hari itu, tapi sayang sekali, fikiranku terlalu fokus pada pertandingan, aku lupa wajah adiknya, namanya, dan aku lupa bertanya pada sahabatku, siapa nama kekasihnya yang cantik itu. Terlalu fokus terkadang merugikan. Hhhh…aku mengakhiri hari itu dengan lafadz doa tidur. Lalu terpejam, lama.
***
Aku bangun, dan tulisan di papan tulis kecil di kamarku langsung menyedot bola mataku “CARI BERITA, BUAT BERITA, BACA BERITA”. News anchor, pekerjaan ini sulit bagiku, tapi hari ini aku harus dapatkan beritanya. Bergegas bangun dan mengerjakan semuanya dengan teliti.
BRAKKKKK.......
Tumpukan buku di tangan gadis itu jatuh berserakan di lantai kampus.
“Maaf, aku buru-buru...”, katanya sambil menyunggingkan senyum.
“Oke, aku juga yang salah, jalan sambil baca SMS...hehehe” kata wanita itu.
“Eh, kamu kan? Kamu pacarnya Arya, kan...?”
“Iya, kok kamu kenal aku?”
“Aku sering lihat foto kamu di kamrenanya Arya...ohya, kenalin aku Intan..”
“Aku Vani..” mereka berjabat tangan.
***
Telah ku temukan
Yang aku impikan
Kamu yang sempurna.....
Lagu Afgan dan Rossa mengalun merdu di ponsel Intan, “Halo assalamualaikum?”
“Waalaikumsalam..Intan, sore ini ada kegiataan? Kita nonton yuk...”
“Maaf, ini siapa ya?”
“Ini Vani..pacarnya Arya..”
“Oh, kamu...maaf belum di save..hehe..kebetulan banget lagi nggak ada kegiatan nih..okey, ketemu di 21 ya...”
“Okey,, da....”
***
Intan, bergegas berangkat. Ia tidak menyangka akan menjadi sahabat Vani, seseorang yang selama ini sering ia dengar namanya. Seperti kata orang, kita akan mengalami sebagian yang kita dengar dan yang kita lihat. Juga akan mengenal beberapa orang yang kita dengan namanya.
***



Senin, 14 September 2015

Perkenalan

Assalamualaikum, Wr. Wb.
Salam kenal semuanya, sedikit bercerita tentang awal mula pembuatan blog ini. Awalnya karena saya punya hobi menulis dan saya ingin sekali menjadi penulis sejak kecil, baik fiksi maupun nonfiksi. Untuk tujuan itulah saya membuat blog ini,, saya ingin seklai mempublikasikan tulisan saya ke media. Saya ingin karya-karya saya menjadi bermanfaat.
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, semoga blog ini bermanfaat....^_^