FORMULASI MENULIS PROSA FIKSI
MAKALAH
Oleh:
ASRI
DYARTI
NPM
A2A151002
PROGRAM
PASCASARJANA PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
BENGKULU
2016
ABSTRAK
Dyarti, Asri. 2016.
Formulasi Menulis Prosa Fiksi. Makalah. Program Pascasarjana Pendidikan
Bahasa Indonesia. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Bengkulu. Dosen
Pengampu Mata Kuliah Seminar Dr. Suharnoto, M.Pd.
Makalah ini
adalah makalah hasil pemikiran penulis yang ditujukan sebagai wadah penuangan
ide atau gagasan penulis tentang prosa fiksi. Dalam makalah ini dijelaskan
tentang hal-hal yang terkait dengan menulis, prosa fiksi (fakta cerita, sarana
cerita, dan tema), unsur intrinsik, perbedaan cerpen dan novel, serta formulasi
menulis prosa fiksi. Inti dari makalah ini adalah 3 formulasi dalam menulis
prosa fiksi. Formulasi pertama adalah tujuan + pesan + unsur intrinsik (cerpen/novel).
Formulasi ke dua adalah isu + solusi + unsur intrinsik (cerpen/novel).
Formulasi ke tiga adalah isu + solusi + hadist/ayat + unsur intrinsik (cerpen/novel).
Kata kunci: formulasi
PENDAHULUAN
Ada
banyak sekali prosa di sekitar kita. Karya-karya prosa tersebut telah akrab
dengan kita bahkan sejak kita masih kecil. Prosa-prosa tersebut berupa dongeng,
legenda, fabel, mite dan juga folklor. Folklor adalah sebagian dari kebudayaan
suatu kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda,
baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat, atau
alat pembantu mengingat (mnemonic device),
(Aminuddin, 1990: 97). Beberapa contoh folklor lisan Indonenesia menurut Danandjaja
(1994: 22) adalah bahasa rakyat, ungkapan tradisional, sajak dan puisi rakyat,
cerita prosa rakyat, dan nyanyian rakyat . Kemudian, seiring perkembangan
zaman, ketika manusia telah mengenal tulisan, mereka menuliskan cerita-cerita
lisan itu ke dalam bentuk tulisan untuk menjaga dan melestarikan cerita-cerita
tersebut, inilah yang disebut dengan prosa.
Seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, prosa terus berkembang dan
muncullah karya prosa yang baru dalam bentuk cerpen dan novel. Sejak dahulu
hingga abad ke 21 ini, perkembangan prosa dari jenis cerpen dan novel semakin
pesat. Para penulis-penulis zaman dahulu yang memiliki sebutan dengan angkatan
pujangga lama, pujangga baru, angkatan 45 dan sebutan-sebutan lainnya bagi
penulis-penulis itu telah melahirkan karya-karya yang bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang Bahasa Indonesia dan
Kesusastraan Indonesia.
Karya-karya
mereka dan sosok-sosok mereka juga telah menginspirasi generasi setelah mereka
untuk melajutkan jejak mereka dalam menulis prosa. Pada era modern ini, kita
tentu mengenal Asma Nadia, Tere Liye, Dewi Lestari, Helvi Tiana Rosa,
Habiburrahman El Shirazy, Andrea Hirata, Ahmad Fuadi dan penulis-penulis
lainnya dari karya-karya mereka. Dalam hal menulis karya sastra, tentu
penulis-penulis itu memiliki tujuan mengapa mereka harus menulis karya-karya
itu. Mereka tentu punya tujuan mengapa harus menulis cerpen bukan novel ataupun
sebaliknya. Mereka juga punya ciri khas tulisan masing-masing sesuai dengan
ilmu yang mereka miliki dan karakter pribadinya.
Karya-karya
mereka kemudian dikaji dalam pelajaran di sekolah-sekolah dan di perguruan
tinggi. Penulis adalah salah satu mahasiswi yang mempelajari karya-karya
penulis Indonesia tersebut pada bangku perkuliahan. Pada saat S1, prosa menjadi
salah satu mata kuliah yang dipelajari oleh penulis. Skripsi penulis pun
mengkaji prosa yang berupa novel, yaitu novel Cinta Suci Zahrana karya Habiburrahman El Shirazy atau yang sering
disapa
Kang
Abik. Novel ini dikaji dengan pendekatan semiotika komunikasi. Novel inilah
yang menyebabkan ide tentang formula menulis prosa fiksi itu muncul.
Formulasi
menulis prosa fiksi ini telah muncul di kepala penulis sejak tahun 2014. Namun,
penulis belum memiliki wadah untuk menyalurkan ide ini kepada khalayak. Penulis
merasa bersyukur karena melalui makalah ini, penulis mampu menyalurkan ide
penulis yang telah tersimpan selama dua tahun.
PEMBAHASAN
Ada
banyak jenis karya prosa fiksi yang kia kenal. Contoh dari karya prosa fiksi
yang terkenal di masyarakat adalah cerpen dan novel. Kita bisa menemukan cerpen
dan novel dimana saja, seperti di buku pelajaran, di media cetak harian,
mingguan, atau bulanan, di perpustakaan, di toko buku dan di media elektronik. Cerpen,
novela, dan novel pada hakikatnya merupakan kategori-kategori fiksi yang
bersifat formal. Kita dapat pula membuat kategori lain berdasarkan sudut
pandang tertentu, misalnya dari segi teknik kita mengenal adanya alegori, dari segi isi kia mengenal fiksi sains, dari segi tema kita
mengenal fiksi eksistensialis atau
dari segi kombinasi kesemuanya itu, (Sayuti, 2000: 12).
Pada
pembahasan berikut ini penulis akan lebih berfokus pada cerpen dan novel,
karena cerpen dan novel memiliki pola yang hampir sama.
a.
Definisi
menulis
Menulis
adalah membuat huruf (angka dsb) dengan pena (pensil, kapur, dsb.), (KBBI,
2013: 1497). Definisi lain dari menulis menurut Akhadiah, menulis adalah mengorganisasikan
gagasan secara sistemik serta mengungkapkannya secara tersurat. Dari dua
definisi menulis tersebut, dapat penulis simpulkan bahwa menulis adalah
mengorganisasikan gagasan dengan huruf dan atau angka dengan menggunakan alat
tulis dan media tulis secara sistemik serta mengungkapkannya secara tersurat.
b.
Prosa
fiksi (fakta cerita, sarana cerita, tema)
Menurut Septiana, prosa adalah karya sastra yang berbentuk cerita yang
bebas, tidak terikat oleh rima, irama, dan kemerduan bunyi seperti puisi.
Bahasa prosa seperti bahasa sehari-hari. Menurut Septiana juga, prosa fiksi ialah
prosa yang berupa cerita rekaan atau khayalan pengarangnya. Isi cerita
tidak sepenuhnya berdasarkan pada fakta. Prosa fiksi disebut juga karangan
narasi sugestif/imajinatif.
Secara
umum kita telah mengetahui bahwa bentuk dari prosa fiksi ini berupa novel,
cerpen, dongeng, dan roman. Kita juga telah mengetahui bahwa prosa fiksi jenis
ini dibangun oleh dua unsur, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Namun,
ada unsur-unsur lain yang juga harus kita ketahui tentang prosa fiksi ini.
Unsur-unsur tersebut adalah fakta cerita, sarana cerita dan tema. Fakta cerita
meliputi plot, tokoh, dan latar. Sarana cerita meliputi hal-hal yang
dimanfaatkan oleh pengarang dalam memilih dan menata detail-detail cerita
sehingga tercipta pola yang bermakna, seperti unsur judul, sudut pandang, gaya
dan nada, dan sebagainya, (Sayuti, 2000: 6). Setelah fakta cerita dan sarana
cerita, yang terakhir adalah tema. Tema adalah pokok pikiran; dasar cerita
(yang dipercakapkan, dipakai sebagai dasar mengarang, menggubah sajak, dsb),
(KBBI, 2013: 1429). Secara umum, gabungan antara fakta cerita, sarana cerita
dan tema disebut juga dengan unsur-unsur intrinsik karya sastra. Namun terdapat
sedikit perbedaan, yaitu unsur instrinsik hanya terdiri dari tema, amanat,
alur/plot, tokoh/penokohan, latar/seting, dan sudut pandang. Keberadaan unsur
intrinsik dalam sebuah cerpen atau novel sangatlah penting karena unsur
intrinsik adalah unsur pembangun karya tersebut.
Amanat
adalah pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca melalui
karyanya. Alur/plot adalah jalan cerita. Alur terbagi tiga yaitu alur maju,
alur mundur dan alur campuran. Alur maju adalah jalan cerita yang yang
berorientasi ke masa depan. Alur mundur adalah jalan cerita yang berorientasi
ke masa lalu. Sedangkan alur campuran adalah gabungan dari alur maju dan alur
mundur, jadi ada cerita yang terus bergerak maju dan disertai dengan cerita
masa lalu juga. Tokoh/penokohan adalah pemeran dalam karya tersebut disertai
dengan sifat-sifatnya. Latar/seting adalah tempat, waktu dan suasana dalam
certia. Sudut pandang adalah gaya penulis atau pengarang menuliskan karyanya.
Sudut pandang itu ada tiga yaitu sudut pandang orang pertama, sudut pandang
orang ketiga dan sudut pandang orang ketiga serba tahu. Sudut pandang orang pertama
ditandai dengan penyebutan tokoh utamanya “aku” seolah-olah pengarang
menceritakan dirinya senidiri. Sudut pandang orang ketiga ditandai dengan
penyebutan tokohnya dengan “dia” dan atau “nama orang” seolah-olah pengarang
menceritakan orang lain. Sudut pandang orang ketiga serba tahu adalah gabungan
dari sudut pandang orang pertama dan orang ketiga. Jadi, penulis seperti
menceritakan dirinya sendiri tetapi ia juga tahu semua hal yang dialami
tokoh-tokoh dalam cerita tersebut.
c.
Perbedaan
cerpen dan novel
Telah
kita ketahui bahwa cerpen dan novel adalah bagian dari karya prosa. Dua jenis
karya ini adalah jenis prosa yang paling populer bagi masyarakat di belahan
dunia manapun. Dua jenis karya ini bisa diakses atau didapatkan dengan mudah,
seperti di perpustakaan, di toko buku, dan di internet. Namun, perlu diketahui
bahwa dua karya in memiliki perbedaan.
Sebelum
memaparkan perbedaan antara cerpen dan novel, penulis akan menyampaikan
definisi cerpen dan novel terlebih dahulu. Menurut Septiana, cerpen adalah cerita rekaan yang pendek dalam arti hanya
berisi pengisahan dengan fokus pada satu konflik saja dengan tokoh-tokoh yang
terbatas tetapi tidak berkembang atau tidak mengakibatkan perubahan nasib
pelaku utama. Definisi novel menurut
KBBI (2013: 969) adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita
kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan
sifat setiap pelaku.
Perbedaan
dari cerpen dan novel antara lain, cerpen ceritanya lebih singkat dan lebih
mengutamakan intensitas, sedangkan novel ceritanya lebih panjang dan cenderung
menitikberatkan munculnya kompleksitas. Dua poin penting tentang perbedaan
cerpen dan novel tersebut adalah hasil dari kesimpulan penulis terhadap
pendapat Sayuti dalam bukunya yang berjudul “Perkenalan dengan Prosa Fiksi”,
(2000:10).
d.
Formulasi
menulis prosa fiksi
Menurut
KBBI (2013:397), formulasi adalah perumusan. Kata formulasi berasal dari kata
formula yang artinya adalah rumus. Jadi, apabila penulis ingin memformulasikan
bagaimana cara menulis prosa fiksi, berarti penulis ingin merumuskan bagaimana
cara menulis prosa fiksi. Seperti yang telah penulis paparkan pada bagian
pendahuluan, bahwa ide tentang pembuatan formulasi prosa fiksi ini telah muncul
sejak tahun 2014, namun penulis belum memiliki wadah untuk menuangkan gagasan
penulis terutama dalam hal publikasi.
Ide
ini muncul karena seringnya penulis mendapat tugas untuk menganalis karya
sastra sebagai tugas-tugas perkuliahan. Selama menempuh pendidikan strata satu
(S1), telah banyak karya sastra yang dianalisis oleh penulis. Baik itu karya
sastra lama maupun karya sastra modern. Seringnya aktifitas analisis itu
dilakukan, maka muncul keinginan untuk menulis karya sastra juga dalam benak
penulis. Setelah mempelajari hal-hal tentang kepenulisan karya prosa, maka
timbullah ide tersebut.
Formulasinya adalah:
Formulasi 1
|
|
|
Penjelasannya
adalah, formulasi satu digunakan untuk menulis cerita fiksi dalam bentuk
cerpen/novel kebanyakan. Formulasi ke dua digunakan untuk menulis cerita fiksi
yang bersifat faktual atau aktual. Sumber kepenulisan ini bisa didapatkan dari
berita (media massa atau elektronik) atau dari fenomena-fenoma yang sedang
terjadi. Karya jenis ini biasa lebih digemari oleh masyarkat, karena terasa
seperti benar-benar melihat dunia nyata dalam bentuk tulisan. Sedangkan
formulasi ke tiga digunakan untuk menulis cerita fiksi yang bersifat religi.
Itulah
hasil dari temuan atau pemikiran penulis yang dapat penulis paparkan pada
makalah ini. Selain dari merumuskan tiga formulasi dalam menulis prosa fiksi
tersebut, penulis juga telah berusaha mengaplikasikannya langsung pada tulisan
penulis sebelum penulis menulis makalah ini. Karya terebut berupa cerpen,
diantaranya berjudul Matanya, Mimpi Kecil Shafa dan Intan, dan Remedial untuk Mayang (dalam buku
antologi cerpen Ada Cinta di Matanya),
Bidadari Bermata Jeli, Kerudung Merah
Marun, dan Yang Terlewatkan
(dalam buku antologi cerpen Bidadari Bermata
Jeli). Akhir kata penulis berharap agar tulisan ini bermanfaat dalam dunia
pendidikan dan literasi Indonesia.
KESIMPULAN
Berdasarkan
uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ada tiga formulasi yang bisa digunakan
untuk menulis prosa fiksi. Formulasi pertama adalah TUJUAN + PESAN + UNSUR
INTRINSIK (CERPEN/NOVEL). Formulasi ke dua adalah ISU + SOLUSI + UNSUR
INTRINSIK (CERPEN/NOVEL). Formulasi ke tiga adalah ISU + SOLUSI + HADIST/AYAT +
UNSUR INTRINSIK (CERPEN/NOVEL).
DAFTAR
PUSTAKA
Aminuddin, 1990.
Pengembangan Penelitian Kualitatif Dalam
Bidang Bahasa dan Sastra.
Malang. Yayasan Asah Asuh Malang.
Malang. Yayasan Asah Asuh Malang.
Danandjaja,
James. 1994. Folklor Indonesia.
Jakarta. Pustaka Utama Grafiti.
Departemen Pendidikan Nasional, 2013. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta.
Gramedia
Pustaka Utama.
Pustaka Utama.
https://awulans.wordpress.com/about/puisi/ diakses tanggal
16-06-2016
https://definisimenulis.wordpress.com/2014/09/01/pengertian-dasar-menulis-menurut-bahasa-dan-pakar-ahli/ diakses tanggal 16-06-2016.
https://jelajahduniabahasa.wordpress.com/2011/04/13/unsur-intrinsik-dan-ekstrinsik-karya-sastra/ diakses tanggal
17-06-2016.
Sayuti, Suminto
A., 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi.
Yogyakarta. Gama Media.