Sabtu, 18 Juni 2016

Makalah Formulasi Menulis Prosa Fiksi karya Asri Dyarti


FORMULASI MENULIS PROSA FIKSI



MAKALAH


Oleh:
ASRI DYARTI
NPM A2A151002



PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2016

ABSTRAK
Dyarti, Asri. 2016.  Formulasi Menulis Prosa Fiksi. Makalah. Program Pascasarjana Pendidikan Bahasa Indonesia. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Bengkulu. Dosen Pengampu Mata Kuliah Seminar Dr. Suharnoto, M.Pd.
Makalah ini adalah makalah hasil pemikiran penulis yang ditujukan sebagai wadah penuangan ide atau gagasan penulis tentang prosa fiksi. Dalam makalah ini dijelaskan tentang hal-hal yang terkait dengan menulis, prosa fiksi (fakta cerita, sarana cerita, dan tema), unsur intrinsik, perbedaan cerpen dan novel, serta formulasi menulis prosa fiksi. Inti dari makalah ini adalah 3 formulasi dalam menulis prosa fiksi. Formulasi pertama adalah tujuan + pesan + unsur intrinsik (cerpen/novel). Formulasi ke dua adalah isu + solusi + unsur intrinsik (cerpen/novel). Formulasi ke tiga adalah isu + solusi + hadist/ayat + unsur intrinsik (cerpen/novel).
Kata kunci: formulasi

PENDAHULUAN
Ada banyak sekali prosa di sekitar kita. Karya-karya prosa tersebut telah akrab dengan kita bahkan sejak kita masih kecil. Prosa-prosa tersebut berupa dongeng, legenda, fabel, mite dan juga folklor. Folklor adalah sebagian dari kebudayaan suatu kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat, atau alat pembantu mengingat (mnemonic device), (Aminuddin, 1990: 97). Beberapa contoh folklor lisan Indonenesia menurut Danandjaja (1994: 22) adalah bahasa rakyat, ungkapan tradisional, sajak dan puisi rakyat, cerita prosa rakyat, dan nyanyian rakyat . Kemudian, seiring perkembangan zaman, ketika manusia telah mengenal tulisan, mereka menuliskan cerita-cerita lisan itu ke dalam bentuk tulisan untuk menjaga dan melestarikan cerita-cerita tersebut, inilah yang disebut dengan prosa.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, prosa terus berkembang dan muncullah karya prosa yang baru dalam bentuk cerpen dan novel. Sejak dahulu hingga abad ke 21 ini, perkembangan prosa dari jenis cerpen dan novel semakin pesat. Para penulis-penulis zaman dahulu yang memiliki sebutan dengan angkatan pujangga lama, pujangga baru, angkatan 45 dan sebutan-sebutan lainnya bagi penulis-penulis itu telah melahirkan karya-karya yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang Bahasa Indonesia dan Kesusastraan Indonesia.
Karya-karya mereka dan sosok-sosok mereka juga telah menginspirasi generasi setelah mereka untuk melajutkan jejak mereka dalam menulis prosa. Pada era modern ini, kita tentu mengenal Asma Nadia, Tere Liye, Dewi Lestari, Helvi Tiana Rosa, Habiburrahman El Shirazy, Andrea Hirata, Ahmad Fuadi dan penulis-penulis lainnya dari karya-karya mereka. Dalam hal menulis karya sastra, tentu penulis-penulis itu memiliki tujuan mengapa mereka harus menulis karya-karya itu. Mereka tentu punya tujuan mengapa harus menulis cerpen bukan novel ataupun sebaliknya. Mereka juga punya ciri khas tulisan masing-masing sesuai dengan ilmu yang mereka miliki dan karakter pribadinya.
Karya-karya mereka kemudian dikaji dalam pelajaran di sekolah-sekolah dan di perguruan tinggi. Penulis adalah salah satu mahasiswi yang mempelajari karya-karya penulis Indonesia tersebut pada bangku perkuliahan. Pada saat S1, prosa menjadi salah satu mata kuliah yang dipelajari oleh penulis. Skripsi penulis pun mengkaji prosa yang berupa novel, yaitu novel Cinta Suci Zahrana karya Habiburrahman El Shirazy atau yang sering disapa
Kang Abik. Novel ini dikaji dengan pendekatan semiotika komunikasi. Novel inilah yang menyebabkan ide tentang formula menulis prosa fiksi itu muncul.
Formulasi menulis prosa fiksi ini telah muncul di kepala penulis sejak tahun 2014. Namun, penulis belum memiliki wadah untuk menyalurkan ide ini kepada khalayak. Penulis merasa bersyukur karena melalui makalah ini, penulis mampu menyalurkan ide penulis yang telah tersimpan selama dua tahun. 

PEMBAHASAN
Ada banyak jenis karya prosa fiksi yang kia kenal. Contoh dari karya prosa fiksi yang terkenal di masyarakat adalah cerpen dan novel. Kita bisa menemukan cerpen dan novel dimana saja, seperti di buku pelajaran, di media cetak harian, mingguan, atau bulanan, di perpustakaan, di toko buku dan di media elektronik. Cerpen, novela, dan novel pada hakikatnya merupakan kategori-kategori fiksi yang bersifat formal. Kita dapat pula membuat kategori lain berdasarkan sudut pandang tertentu, misalnya dari segi teknik kita mengenal adanya alegori, dari segi isi kia mengenal fiksi sains, dari segi tema kita mengenal fiksi eksistensialis atau dari segi kombinasi kesemuanya itu, (Sayuti, 2000: 12).  
Pada pembahasan berikut ini penulis akan lebih berfokus pada cerpen dan novel, karena cerpen dan novel memiliki pola yang hampir sama. 

a.      Definisi menulis
Menulis adalah membuat huruf (angka dsb) dengan pena (pensil, kapur, dsb.), (KBBI, 2013: 1497). Definisi lain dari menulis menurut Akhadiah, menulis adalah mengorganisasikan gagasan secara sistemik serta mengungkapkannya secara tersurat. Dari dua definisi menulis tersebut, dapat penulis simpulkan bahwa menulis adalah mengorganisasikan gagasan dengan huruf dan atau angka dengan menggunakan alat tulis dan media tulis secara sistemik serta mengungkapkannya secara tersurat.

b.      Prosa fiksi (fakta cerita, sarana cerita, tema)
Menurut Septiana, prosa adalah karya sastra yang berbentuk cerita yang bebas, tidak terikat oleh rima, irama, dan kemerduan bunyi  seperti puisi. Bahasa prosa seperti bahasa sehari-hari. Menurut Septiana juga, prosa fiksi ialah prosa yang berupa cerita rekaan atau khayalan pengarangnya. Isi  cerita tidak sepenuhnya berdasarkan pada fakta. Prosa fiksi disebut juga karangan narasi sugestif/imajinatif.
Secara umum kita telah mengetahui bahwa bentuk dari prosa fiksi ini berupa novel, cerpen, dongeng, dan roman. Kita juga telah mengetahui bahwa prosa fiksi jenis ini dibangun oleh dua unsur, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Namun, ada unsur-unsur lain yang juga harus kita ketahui tentang prosa fiksi ini. Unsur-unsur tersebut adalah fakta cerita, sarana cerita dan tema. Fakta cerita meliputi plot, tokoh, dan latar. Sarana cerita meliputi hal-hal yang dimanfaatkan oleh pengarang dalam memilih dan menata detail-detail cerita sehingga tercipta pola yang bermakna, seperti unsur judul, sudut pandang, gaya dan nada, dan sebagainya, (Sayuti, 2000: 6). Setelah fakta cerita dan sarana cerita, yang terakhir adalah tema. Tema adalah pokok pikiran; dasar cerita (yang dipercakapkan, dipakai sebagai dasar mengarang, menggubah sajak, dsb), (KBBI, 2013: 1429). Secara umum, gabungan antara fakta cerita, sarana cerita dan tema disebut juga dengan unsur-unsur intrinsik karya sastra. Namun terdapat sedikit perbedaan, yaitu unsur instrinsik hanya terdiri dari tema, amanat, alur/plot, tokoh/penokohan, latar/seting, dan sudut pandang. Keberadaan unsur intrinsik dalam sebuah cerpen atau novel sangatlah penting karena unsur intrinsik adalah unsur pembangun karya tersebut.
Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca melalui karyanya. Alur/plot adalah jalan cerita. Alur terbagi tiga yaitu alur maju, alur mundur dan alur campuran. Alur maju adalah jalan cerita yang yang berorientasi ke masa depan. Alur mundur adalah jalan cerita yang berorientasi ke masa lalu. Sedangkan alur campuran adalah gabungan dari alur maju dan alur mundur, jadi ada cerita yang terus bergerak maju dan disertai dengan cerita masa lalu juga. Tokoh/penokohan adalah pemeran dalam karya tersebut disertai dengan sifat-sifatnya. Latar/seting adalah tempat, waktu dan suasana dalam certia. Sudut pandang adalah gaya penulis atau pengarang menuliskan karyanya. Sudut pandang itu ada tiga yaitu sudut pandang orang pertama, sudut pandang orang ketiga dan sudut pandang orang ketiga serba tahu. Sudut pandang orang pertama ditandai dengan penyebutan tokoh utamanya “aku” seolah-olah pengarang menceritakan dirinya senidiri. Sudut pandang orang ketiga ditandai dengan penyebutan tokohnya dengan “dia” dan atau “nama orang” seolah-olah pengarang menceritakan orang lain. Sudut pandang orang ketiga serba tahu adalah gabungan dari sudut pandang orang pertama dan orang ketiga. Jadi, penulis seperti menceritakan dirinya sendiri tetapi ia juga tahu semua hal yang dialami tokoh-tokoh dalam cerita tersebut.

c.       Perbedaan cerpen dan novel
Telah kita ketahui bahwa cerpen dan novel adalah bagian dari karya prosa. Dua jenis karya ini adalah jenis prosa yang paling populer bagi masyarakat di belahan dunia manapun. Dua jenis karya ini bisa diakses atau didapatkan dengan mudah, seperti di perpustakaan, di toko buku, dan di internet. Namun, perlu diketahui bahwa dua karya in memiliki perbedaan.
Sebelum memaparkan perbedaan antara cerpen dan novel, penulis akan menyampaikan definisi cerpen dan novel terlebih dahulu. Menurut Septiana, cerpen adalah cerita rekaan yang pendek dalam arti hanya berisi pengisahan dengan fokus pada satu konflik saja dengan tokoh-tokoh yang terbatas tetapi tidak berkembang atau tidak mengakibatkan perubahan nasib pelaku utama.  Definisi novel menurut KBBI (2013: 969) adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.
Perbedaan dari cerpen dan novel antara lain, cerpen ceritanya lebih singkat dan lebih mengutamakan intensitas, sedangkan novel ceritanya lebih panjang dan cenderung menitikberatkan munculnya kompleksitas. Dua poin penting tentang perbedaan cerpen dan novel tersebut adalah hasil dari kesimpulan penulis terhadap pendapat Sayuti dalam bukunya yang berjudul “Perkenalan dengan Prosa Fiksi”, (2000:10).  

d.      Formulasi menulis prosa fiksi
Menurut KBBI (2013:397), formulasi adalah perumusan. Kata formulasi berasal dari kata formula yang artinya adalah rumus. Jadi, apabila penulis ingin memformulasikan bagaimana cara menulis prosa fiksi, berarti penulis ingin merumuskan bagaimana cara menulis prosa fiksi. Seperti yang telah penulis paparkan pada bagian pendahuluan, bahwa ide tentang pembuatan formulasi prosa fiksi ini telah muncul sejak tahun 2014, namun penulis belum memiliki wadah untuk menuangkan gagasan penulis terutama dalam hal publikasi.
Ide ini muncul karena seringnya penulis mendapat tugas untuk menganalis karya sastra sebagai tugas-tugas perkuliahan. Selama menempuh pendidikan strata satu (S1), telah banyak karya sastra yang dianalisis oleh penulis. Baik itu karya sastra lama maupun karya sastra modern. Seringnya aktifitas analisis itu dilakukan, maka muncul keinginan untuk menulis karya sastra juga dalam benak penulis. Setelah mempelajari hal-hal tentang kepenulisan karya prosa, maka timbullah ide tersebut.
Formulasinya adalah:
Formulasi 1

TUJUAN + PESAN + UNSUR INTRINSIK (CERPEN/NOVEL)



 
 



ISU + SOLUSI + UNSUR INTRINSIK (CERPEN/NOVEL)



 
                    Formulasi 2




ISU + SOLUSI + HADIST/AYAT + UNSUR INTRINSIK (CERPEN/NOVEL)



 
            Formulasi 3

Penjelasannya adalah, formulasi satu digunakan untuk menulis cerita fiksi dalam bentuk cerpen/novel kebanyakan. Formulasi ke dua digunakan untuk menulis cerita fiksi yang bersifat faktual atau aktual. Sumber kepenulisan ini bisa didapatkan dari berita (media massa atau elektronik) atau dari fenomena-fenoma yang sedang terjadi. Karya jenis ini biasa lebih digemari oleh masyarkat, karena terasa seperti benar-benar melihat dunia nyata dalam bentuk tulisan. Sedangkan formulasi ke tiga digunakan untuk menulis cerita fiksi yang bersifat religi.
Itulah hasil dari temuan atau pemikiran penulis yang dapat penulis paparkan pada makalah ini. Selain dari merumuskan tiga formulasi dalam menulis prosa fiksi tersebut, penulis juga telah berusaha mengaplikasikannya langsung pada tulisan penulis sebelum penulis menulis makalah ini. Karya terebut berupa cerpen, diantaranya berjudul Matanya, Mimpi Kecil Shafa dan Intan, dan Remedial untuk Mayang (dalam buku antologi cerpen Ada Cinta di Matanya), Bidadari Bermata Jeli, Kerudung Merah Marun, dan Yang Terlewatkan (dalam buku antologi cerpen Bidadari Bermata Jeli). Akhir kata penulis berharap agar tulisan ini bermanfaat dalam dunia pendidikan dan literasi Indonesia.

KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ada tiga formulasi yang bisa digunakan untuk menulis prosa fiksi. Formulasi pertama adalah TUJUAN + PESAN + UNSUR INTRINSIK (CERPEN/NOVEL). Formulasi ke dua adalah ISU + SOLUSI + UNSUR INTRINSIK (CERPEN/NOVEL). Formulasi ke tiga adalah ISU + SOLUSI + HADIST/AYAT + UNSUR INTRINSIK (CERPEN/NOVEL).

DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin, 1990. Pengembangan Penelitian Kualitatif Dalam Bidang Bahasa dan Sastra.
                     Malang. Yayasan Asah Asuh Malang.
Danandjaja, James. 1994. Folklor Indonesia. Jakarta. Pustaka Utama Grafiti.
Departemen Pendidikan Nasional, 2013. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Gramedia
                     Pustaka Utama.
https://awulans.wordpress.com/about/puisi/ diakses tanggal 16-06-2016
Sayuti, Suminto A., 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta. Gama Media.

Puisi "Hujan Gerhana Matahari" karya Asri Dyarti




Hujan Gerhana Matahari
Karya Asri Dyarti

Dari sudut coklat ceri
Laut terbentang menadah langit
Dari pohon putri duyung
Semut hitam dalam formasi
Dari kursi bayangan
Meriam tak bersuara
Barak-barak yang kosong bersih
Gerbang satu gerbang dua
Aksara memagari sisi
Sajadah terbentang di sana
Pada saf-saf yang lurus
Tertunai sudah yang dua rakaat
Pulau yang dipilih semesta
Hujan gerhana matahari
Bulan maret abad dua satu

Sumber:  Suryadi, Herman, dkk., 2016. Gerhana Matahari di Langit Fort Marlborough.
               Sidoarjo.Oksana.

Puisi "Cahaya di Sepertiga Malam" karya Asri Dyarti




Cahaya di Sepertiga Malam
Karya Asri Dyarti

Bagaikan hidup dalam dongeng
Satu Januari yang mendebarkan hati
Entahlah, mungkin karena engkau sebut namaku waktu itu
Masih saja kita berpapasan dalam diam
Sesekali aku balik kanan
Hanya untuk sembunyikan bahagiaku, senyumku, semuaku
Matamu tetap sama, berurai doa-doa entahlah
Meski tidak tahu apa yang engkau lafadzkan
Selalu saja aku aamiin-kan diam-diam
Kau tahu?
Sepanjang tahun itu aku deg-degan di sepertiga malam terakhir
Hanya tahajudlah yang menenangkan jiwa
Cahaya di sepertiga malam
Air mataku telah tumpah di Masjid Jamik Kota Bengkulu
Cahaya di sepertiga malam
Doa-doa akan sampai dengan tepat


Sumber: Suryadi, Herman, dkk., 2016. Ketupek Bengkulu. Sidoarjo. Oksana.