Selasa, 22 Desember 2015

Dongeng



CANHA
 Karya: Asri Dyarti
 
Di sebuah negeri yang indah hiduplah sebuah keluarga kecil yang bahagia. Keluarga itu dianugerahi seorang putri yang sangat cantik. Ia diberi nama Canha. Kedua orang tuanya berharap ia menjadi putri yang cantik dan soleha. Masa-masa kecil Canha sangat bahagia, ia dididik oleh orang tuanya dengan sangat baik. Ibunya merawatnya dengan penuh kasih sayang. Sampai ahirnya Canha mengenal pergaulan di luar rumah. Canha mulai memiliki teman bermain juga teman di tempat ia belajar.
Canha tumbuh menjadi anak yang pintar dan baik budi pekertinya. Sikapnya sopan, tuturnya santun, dan ramah. Banyak guru-guru Canha yang sayang padanya karena sikapnya dan kecerdasannya. Tetapi Canha hampir tidak memiliki teman. Setiap orang yang berteman dengan Canha selalu dipisahkan oleh Jepa, teman sekelas Canha. Ia iri dengan Canha. Selain Jepa, banyak juga teman-teman Canha yang iri padanya. Mereka iri pada kecantikan Canha. Canha sering tidak diajak bermain oleh teman-temannya. Hal itu membuat Canha bersedih. Akhirnya canha tahu kalau teman-temannya tidak ingin bermain dengannya karena ia lebih cantik dibandingkan mereka.
Canha pulang ke rumah dan menangis. Ia ingin punya teman bermain. Ia tidak ingin dimusuhi. Canha berdoa kepada Allah SWT agar kecantikannya di ganti dengan wajah yang jelek agar ia punya teman. Ternyata doa Canha dikabulkan oleh Allah SWT. Kulit Canha yang putih mulus itu berubah menjadi gelap dan berbintik-bintik. Rambutnya yang hitam berkilau berubah menjadi rusak dan kusam. Matanya yang jeli berubah menjadi sayu dan redup. Ia benar-benar menjadi buruk rupa. Tapi yang terjadi adalah Canha semakin dijauhi orang karena rupanya yang jelek.
Lagi-lagi Canha menangis dan berdoa kepada Alla SWT agar ia menjadi orang yang biasa-biasa saja. Tidak cantik dan juga tidak jelek. Allah SWT mengabulkan lagi doa Canha. Kejelekannya perlahan-lahan memudar. Keadaannya menjadi lebih baik. Ia tidak lagi jelek, tapi juga tidak menjadi cantik. Teman-teman Canha pun biasa saja. Ia malah dianggap tidak ada. Canha pun kembali bersedih. Ia berlari menuju ibunya. Ia menceritakan segalanya kepada ibunya. Setelah Canha selesai menceritakan semuanya, ibunya menanggapi dengan sangat bijak, “Rupamu itu tidak penting untuk masa depanmu. Hal yang penting itu adalah budi pekertimu, ilmumu, amalmu. Jadilah anak yang bersyukur dengan apapun rupamu.”
“Lalu bagimana caranya agar tidak ada orang yang iri kepada kita, Bu?” tanya Canha
“Di manapun kamu berada pembenci akan selalu ada, nak. Bagaimanapun keadaanmu, orang yang iri juga selalu ada.”
“Mengapa demikian, Bu?”
“Karena apa yang kamu dapatkan berbeda dengan apa yang mereka dapatkan. Begitupun sebaliknya.”
“Lalu, apa yang harus aku lakukan, Bu?”
“Bersyukur dengan apapun keadaanmu, sayang. Jangan hiraukan para pembenci. Fokuslah pada kebaikan.”
“Tapi, Bu..aku ingin punya teman...”
“Nanti, akan kau temui orang-orang yang baik yang menjadi temanmu. Tapi, dengan syarat...”
“Syarat apa, Bu?”
“Bersyukur.”
“Kenapa begitu, Bu?”
“Karena kalau kita bersyukur, maka Allah akan menambah nikmat-Nya.”
“Baiklah, Bu..” Canha memeluk ibunya.
***
Canha memohon ampun kepada Allah atas sikapnya yang kurang bersyukur selama ini. Ia berdoa kepada Allah agar Allah mengembalikan kecantikannya. Ia berjanji akan menjadi orang yang bersyukur. Canha akhirnya menuruti nasehat ibunya untuk fokus menuntut ilmu dan mengabaikan para pembenci. Ia tetap berbuat baik kepada semua orang. Akhirnya Canha menyelesaikan pendidikannya dengan hasil yang sangat baik. Lalu ia meminta izin dengan orang tuanya untuk melanjutkan menuntut ilmu di kota. Orang tuanya menyetujuinya. Mereka pindah ke kota untuk menemani Canha menuntut ilmu di sana.
Di tempat tinggalnya yang baru, Canha diterima dengan baik. Kali ini ia memiliki banyak teman. Ia berada diantara orang-orang yang terdidik. Tidak saling iri, tapi mereka saling memotivasi. Teman-teman Canha menyayanginya. Mereka benar-benar teman seperjuangan Canha. Suka-duka menuntut ilmu di sana mereka lalui bersaman. Hingga akhirnya mereka menyelesaikan belajarnya.
Canha sudah dewasa. Ia tumbuh menjadi gadis yang cantik, anggun, cerdas, dan berbudi pekerti yang baik. Kecantikan Canha tersiar ke seluruh negeri. Akhirnya Canha menikah dengan seorang pangeran dan hidup bahagia selamanya.
***